Kepemilikan Aset Pemda Carut Marut, SMPN 22 Depok Batal Perluasan

DEBAR.COM.-DEPOK- Kebutuhan masyarakat Depok akan SMPN dan SMAN sangat tinggi . Penambahan sekolah baru tak mudah diwujudkan lantaran keterbatasan lahan. Jalan satu-satunya adalah memaksimalkan sekolah yang sudah ada dengan menambah rombel, jika lahan memungkinkan. Hal itu pula yang ingin dilakukan Pemerintah Kota Depok pada SMPN 22 yang keberadaanya sesuai  SK Walikota No: 903/245/KPTS/DISDIK/HUK/2014. Sekolah yang mengambil alih lahan SDN Mekarjaya 8 yang hanya seluas 2212 m2 ini sulit dikembangkan karena sempit. Mengingat di dekat area sekolah tersebut ada lahan kosong dengan patok milik pemerintah kota Depok, maka oleh Dinas Pendidikan dimintakan ijin untuk digunakan sebagai lahan perluasan SMPN 22 Depok.

“Kami ingin memperluas SMPN 22 Depok, tak sekedar menambah ruang kelas tetapi kami ingin sekolah bisa dilengkapi 10 fasilitas yang bisa menunjang proses belajar mengajar seperti laboratorium, perpustakaan, musholah dan penunjang kegiatan eskul siswa sebagaimana sekolah menengah yang lainnya. Harapan kami itu bisa terwujud lewat dibangunnya sarana di atas lahan yag disediakan pemerintah untuk kami,” ujar Afrida, Kepala sekolahnya beberapa waktu lalu.

Sayangnya niat baik pemerintah Kota Depok tersebut terkendala. Awalnya terjadi keberatan warga sekitar lantaran mereka merasa telah terlebih dahulu memintakan ijin menggunakan tanah pemerintah tersebut bagi kepentingan warga. Selama ini di sebagian area dari lahan seluas 2690 m2 ini telah mereka manfaatkan untuk Kantor RW, Posyandu/Posbindu dan sarana bermain bahkan direncanaka jadi taman layak anak. Penggunaanya pun punya payung hukum yakni SK Walikota No: 593/1178/DPPKA/VII/2016.

Di pihak lain dengan disetujuinya rencana pengembangan SMPN 22 Depok di atas lahan tesebut, Dinas Pendidikan Kota Depok mengajukan anggaran pembangunannya ke Bappeda dan akan cair tahun ini sebesar Rp 1,8 M. Sayangnya meski anggaran tersedia langkah SMPN 22 Depok tak mulus awalnya karena keberatan warga sekitar. Dinas Pendidikan Kota Depok pun berupaya untuk bijak melangkah. Mengajak untuk duduk satu meja dan mediskusikan permasalahan ini dengan pihak SMPN 22, Komite Sekolah, Lurah dan LPM Kelurahan Mekarjaya, pengurus lingkungan RW 14 serta perwakilan warga setempat. Langkah pun sudah dimulai dengan menghubungi semua pihak dan mencari solusi terbaik. Pertemuan yang dilaksanakan di Dinas Pendidikan,  Selasa, (24/07/2018) tersebut juga dihadiri perwakilan dari BAPPEDA dan Badan Aset Kota Depok .

Tak dinyana setelah pembicaraan alot, rencana perluasan SMPN 22 batal, bukan karena penolakan warga melainkan karena status kepemilikan tanah berpatok Milik Pemerintah Kota Depok itu ternyata bermasalah. Ada warga yang menyatakan sebagai pemilik tanah dan bisa menunjukkan sertifikat. Sementara perwakilan Badan Aset sendiri mengaku itu bukan tanah Pemerintah Kota Depok karena belum diserahkan dari Perumnas ke Kota Depok !

Meski pada akhirnya tak jadi melakukan perluasan lahan, menurut Sariyo Sabani , Kepala Bidang Sarpras Dinas Pendidikan Kota Depok  SMPN 22 tetap bisa melakukan penambahan sarana. “Dody Setiawan dari Bappeda menyatakan dana itu tak perlu dikembalikan ke negara tetapi dimanfaatkan untuk optimalisasi pembangunan di lahan yang ada dengan membongkar bangunan SD dan menggantinya dengan bangunan bertingkat sesuai dengan kebutuhannya. Meski tak semaksimal perluasan, setidaknya bisa memperbaiki kekurangan sarana,” jelas Sariyo.

SMPN 22 Depok tak begitu dirugikan dengan kondisi ini, namun bagi Ahmad Lurah Mekarjaya kusut masainya aset Pemda ini justru patut dipertanyakan. “Dengan kondisi seperti itu kami jadi jera dan takut untuk melakukan pembangunan. Bayangkan diatas tanah yang sudah berpatok milik pemerintah, bahkan sudah turun SK Walikota untuk membangun sarana kantor RW dan Posyandu, legalitasnya tidak jelas,” ucapnya.

Dikatakan Ahmad, kalau dibangun dan kemudian dianggap menyerobot tanah orang kan urusannya pidana, kita yang dibawah jadi ujung tombaknya yang akan terseret masalah.

“Harusnya Badan Aset menginventarisasi apa saja aset Pemda sebelum adanya patok, terutama untuk fasum fasos. Ini juga menghindari terjadinya pengalihan kepemilikan pada perseorangan atau adanya ‘tanah tak bertuan’ di berbagai wilayah,” pungkasnya. (D’TOR/Debar)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button