SYIAR DEBAR ‘Momen Kemerdekaan Dari Rasa Takut’ Oleh: Ustad Dr.Mukhrij Sidqy, MA
DEBAR.COM.-DEPOK- Mari kita membuka sebuah fakta dalam mudibah pandemi Covid-19 ini, bahwa danger (bahaya) telah bergeser menjadi fear (rasa takut) yang bahkan berlebihan dari sebagian masyarakat. Rasa takut berlebihan otomatis menurunkan fungsi akal sehat. Akhirnya, manusia menciptakan ketakutannya sendiri, ya seperti rasa takut kepada suster ngesot yang diciptakan sendiri untuk ditakuti sendiri pula, inilah yang kemudian menjadi industri rasa takut.
Bagaimana tidak berlebihan? Ketika sebuah cluster kecil berisi sepuluh KK di sebuah kelurahan di kota Depok ingin mengadakan Salat ‘Ied internal eksklusif tiba-tiba digrebek oleh aparat. Maka, pertanyaan sederhana ini hendaknya dijawab? Yang dilarang itu sejatinya melanggar protokol kesehatannya atau solat berjamaahnya? Jika masalahnya yang pertama, maka adakan salat berjamaah protokoler. Tetapi, jika yang dilarang salat berjamaahnya, maka katakanlah sekarang “Kami melarang salat berjamaah”, katakan juga “Tapi boleh berjamaah di Mall dan Bandara, Bank, dan Konser pejabat”, katakanlah, dan jangan ada dusta diantara kita.
Maka, momen Idul Fitri adalah waktu yang tepat untuk ketika mensterilkan kembali akal sehat kita, jiwa dan qalbu kita dari semua berhala-berhala yang kita ciptakan untuk kita sembah sendiri, juga memerdekakan jiwa kita dari ketakutan yang kita ciptakan untuk kita takuti sendiri. Dengan antusiasme inilah tak sedikit warga Depok yang keluar menuju jamaah Salat ‘Id, dengan tetap menjalankan protokol yang telah ditetapkan oleh ulul amri (pemerintah).
Kalimat takbir adalah statement (peryataan resmi) manusia bahwa ke-Agung-an, ke-Kuasa-an dan Ke-Besar-an hanyalah milik Allah SWT. Konsekuensi pernyataan ini kelak mengkoreksi analogi dan dalil keliru yang digunakan sebagian masyarakat tentang Sayyidina Umar yang menghindari wabah, bukan ceritanya yang keliru, tetapi penggunaan ceritanya yang keliru, kita didera satu wabah tak kasat mata, menular tanpa bisa diduga, maka sejatinya tak ada tempat kita pergi, karena dunia mengalami hal yang sama, berbeda dengan Sayyidina Umar yang bisa menghindar. Maka, menghindar justru menjadi penghambaan kepada rasa takut. Hadapilah dengan protokol kesehatan yang tepat, dan yakinlah akan ke-Kuasa-an Allah SWT atas makhluk-Nya.
Antusiasme masyarakat untuk bersimpuh di waktu Duha tanggal 1 Syawwal 1441 H ini bukanlah bentuk pembangkangan apalagi pengabaian terhadap tujuan syariat (hifdzun nafsi), namun semata-mata itulah antusiasme spiritual dan kesadaran untuk melepaskan diri dari berhala rasa takut. Bukankah menjaga akal sehat dari rasa takut yang berlebihan juga termasuk dari tujuan syariat? Mudah-mudahan Allah SWT mengeluarkan kita dari fitnah dan bencana ini dalam keadaan selamat lahir maupun batin.(MUKHRIJ/Debar)