SYIAR DEBAR ‘Etika Menyampaikan Pendapat’ Oleh: Ustad Dr.Mukhrij Sidqy, MA
DEBAR.COM.-DEPOK- Islam adalah agama yang syumûliyyah (menyeluruh), membimbing seluruh sisi kehidupan manusia agar mendapatkan kebahagiaan di dunia yang fana dan kebahagiaan di akhirat yang abadi. Termasuk diantara bimbingan agama ini adalah tentang etika menyampaikan pendapat (opini), Allah SWT berfirman “…dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik…” (QS. An-Nahl : 125). Dalam ayat lain disebutkan “…dan urusan mereka diputuskan dengan musyawarah diantara mereka…” (QS. Asy-Syura : 38).
Berdebat dengan yang diatur oleh agama agar dilakukan dengan cara yang baik dan lemah lembut dalam berbicara. Bukan dengan sumpah serapah, tidak ingin mendengar pendapat orang lain dengan tidak memberi kesempatan padanya untuk berbicara atau menyampaikan pendapat dengan cara anarkis, ini jelas bukan ajaran Islam. Lihatlah bagaimana para penyihir Firaun berkata kepada Musa as saat terjadi konfrontasi antara keduanya, para penyihir memberi kesempatan pada Musa as dengan berkata “…engkau yang melempar (sihirmu) terlebih dahulu atau kami?…”
Sama halnya dengan musyawarah, yang tujuannya sebagai media tukar pendapat untuk mencapai kesepakatan dengan cara yang baik, inilah ajaran Islam yang juga menjadi common platform dalam Pancasila kita (permusyawaratan perwakilan). Musyawarah harus dilakukan dengan penuh etika, pendapat yang logis, alasan yang konkrit, atau bantahan yang realistis, bukan dengan cara yang anarkis, saling membentak, menghina dan semisalnya.
Perhatikan bagaimana perintah Allah SWT kepada Musa as untuk menyampaikan risalah kepada Firaun. Musa as diperintahkan untuk menyampaikan risalah itu dengan “qaulan layyina” (perkataan yang lemah lembut), karena lembutnya perkataan itu tanda dekatnya hati yang berbicara dan yang diajak bicara. Sedangkan ucapan kasar dan keras itu tanda jauhnya hati antara keduanya. Bukankah kita berteriak hanya jika yang kita ajar bicara itu jauh?
Demonstrasi adalah hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat yang tidak terakomodir oleh para pejabat. Hal ini sah saja selama tetap menjaga akhlak, dan para pejabatpun harus siap mendengar, karena mereka hidup dengan uang rakyat. Hanya saja, jika demonstrasi sudah berubah menjadi provokasi, anarkisme, vandalisme, jelas itu bukanlah ajaran Islam, maka tidak baik jika seorang muslim melakukan hal demikian. Pejabat yang mendengarkan dan masyarakat yang menyampaikan pendapatnya dengan baik mestilah menjadi budaya bangsa, itulah ciri bangsa yang beradab.(MUKHRIJ/Debar)