DEBAR.COM.-DEPOK- Pondok Pesantren Sirajussa’adah, Meruyung, selain memproduksi tempe juga menghasilkan produk madu dari hasil ternak lebah sendiri. Dari hasil produksi madu Sholawat Sirajussa’adah tersebut mampu membantu kehidupan para santri selama belajar di Pesantren.
“Madu Sholawat Sirajussa’adah ini merupakan produksi sendiri dengan memberdayakan santri dan mampu menopang kemandirian Pesantren. Saat ini produksinya dalam satu bulan bisa mencapai 1 ton lebih,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Sirajussa’adah KH. Abdurrahman ditemui di kediamannya, Limo, Meruyung, Senin (09/12/2024).
Kiai Abdurrahman menuturkan, awal mula memproduksi madu karena kecintaannya pada konsumsi madu untuk diri sendiri. Dimulai sejak 2017 setiap pulang ke rumah mertunya di Magelang yang membeli madu dari hasil panen peternak madu.
“Kita harus panen di tempat yang jelas, setelah merasakan manfaatnya dan harus seperti ini. Jangan sampai, beli madu khasiatnya aja tidak tahu. Setelah bertemu petani ada madu asli walaupun kadarnya berapa persen tetap dibilang madu asli. Sedangkan madu murni tidak tercampur dengan yang lainnya,” jelas Ketua Forum Pondok Pesantren (FPP) Kota Depok ini.
Dalam perjalanannya, Kiai Abdurrahman tidak mau menerima madu dari petani jika terbukti madunya ada campurannya. Ia menambahkan, produksi madu tersebut bertempat di Batang, Kendal dan Pati Jawa Tengah. Proses menghasilkan madu, dengan cara petani membawa sarang lebah ternak di kebun kopi, cengkeh, rambutan dll. Atau lebah akan dibawa ke tempat musim kembang berada seperti: musim rambutan, kopi, dan lainnya.
“Dari ngangon (mengembala) lebah ini tiap bulan bisa memproduksi 800 sampai 1 ton madu murni. Bahkan, pada masa pandemi Covid-19 produksi mencapai 2,5 ton per bulan karena banyaknya permintaan,” ujarnya.
Baca Juga: H. Acep Azhari: PCNU Depok Dukung DPD ASPAI Tanam 3000 Bibit Anggur
Dirinya menambahkan, madu Sholawat Sirajussa’adah ini memiliki ciri khas seperti bau kopi atau nextar kopi, rambutan dll. Dalam prosesnya tidak hanya dikemas dalam botol ukuran 1 kg atau 1/2 kg saja. Namun, madu tersebut juga terlebih dahulu dibacakan sholawat, zikir, doa atau sudah dirukyah baru dikemas.
“Jadi, banyak khasiatnya selain menyehatkan juga mencegah beragam penyakit. Madu ini aman, apalagi sudah dibacakan sholawat, zikir dan doa,” ucapnya.
Menopang Kemandirian Ponpes Sirajussa’adah
Proses pemasarannya saat ini juga dilakukan oleh para santri, sampai dengan adanya reseller, ibu majelis taklim, masjid-masjid dan lainnya. Apalagi, saat ini dengan adanya internet proses penjualannya juga dilakukan secara online.
“Madu dengan ukuran 1 kg seharga Rp dan Rp 75 ribu untuk 1/2 kg. Dari keuntungan ini bisa untuk menghidupi santri atau subsidi Pesantren,” ungkapnya.
Kiai Abdurrahman mengaku saat ini terdapat 200 santri tinggal di Pesantren.
Untuk biaya masuk santri sebesar Rp 3,5 juta dan biaya bulanan 500 ribu dengan makan 3 kali lebih. Menurutnya, fokusnya pendidikan pesantren di tingkat SMP, SMK IT dan S1 bekerjasama dengan Unusia.
“Kita ini membantu santri, karena ada yang tidak mampu. Tidak hanya mensubsidi, kita sampai ikut Mantu (membantu proses pernikahan-red),” terangnya.
Dia mengaku untuk Pesantren harus mensubsidi karena devisit anggaran Rp 80-90 juta untuk biaya makan, operasional dan lainnya. Untuk itu, lanjutnya, perlunya pengembangan kemandirian Pesantren.
“Alhamdulillah, dari usaha produk madu ini bisa membantu jalannya Pesantren. Semakin manfaat dan berkah,” tutupnya. (MFR/Debar)