SYIAR DEBAR

Oleh : Ustad Mukhrij Sidqy, MA

(Majlis Taklim Fusda Al-Amjad Kota Depok)

Menyambut Sang Tamu Agung

DEBAR.COM.-DEPOK- Dalam bulan Ramadan, khususnya pada sepuluh malam terakhir (‘asyr al-awâkhir), Rasulullah SAW menjadi lebih giat lagi, juga menggiatkan ahlu al-baitnya dan mengasingkan diri dari istri-istrinya. Hal tersebut dilakukan bukan hanya karena akan berpisah dengan bulan Ramadan, namun juga dalam rangka menyambut sang tamu agung, lailatun khairun min alfi syahr (satu malam yang lebih baik nilainya dari seribu bulan), yakni Lailatul Qadr.

Ada hal yang harus kita pahami terkait lailatul qadr. Pertama, ia adalah tamu yang sangat agung. Karena keagungannya, ia tidak akan berkenan datang ke rumah yang tidak siap untuk menyambutnya. Maka, sang tamu agung hanya akan berkenan untuk mampir di rumah yang memang telah ia ketahui siap menyambutnya atau telah lama dikenalnya. Rumah itu adalah hati (al-Qalb) kita. Dan persiapan itu telah dilakukan jauh sebelum datangnya sang tamu, tidak mendadak. Adapun persiapan itu secara ringkas adalah akhlak yang baik, kepada Allah dan selain-Nya. Akhlak yang baik itu tergambar jelas dari lafadz dzikir yang dianjurkan oleh Rasulullah pada paragrap selanjutnya.

Kedua, diantara dzikir yang dianjurkan dalam rangka menyambut sang tamu agung ialah “Allahumma innaka ‘afuwwun karîm, tuhibbu al-‘afwa fa’fu ‘anna ya karîm”. Al-‘afuw memiliki dua makna dasar. Yaitu “meninggalkan sesuatu” (tarku asy-syai’), dan “meminta sesuatu” (thalabu asy-syai’). Kemudian turunannya bermakna “menghapuskan, menghilangkan dan melenyapkan”. Jadi, al-‘afuw bermakna “Allah yang Maha Mengahapuskan keburukan dan kekejian atau pelanggaran, bukan hanya menutupi”. Demikian menurut imam Al-Ghazali (w 505 H)

Sedangkan Al-Karim bermakna “Yang Maha Mulia, dengan kemuliaan yang tak terbatas”, jika berkuasa Ia mengampuni, bila berjanji menepati, bila memberi Ia memberi lebih dari yang diminta. Ia tidak pernah berhitung, berapa dan pada siapa Ia memberi, Ia tidak rela jika ada kebutuhan yang diminta pada selain-Nya. Ciri karim (mulia) paling tidak ada tiga, yaitu jarang. Emas menjadi logam mulia karena ia jarang dan sulit di temukan, tidak seperti krikil yang dimana saja ada. Kedua, ia bernilai tinggi dan bermanfaat. Allah SWT tidak jarang, tetapi hanya satu (Esa), tidak hanya bernilai tinggi tetapi Maha Tinggi, dan Maha Memberi Manfaat.

Dari dua lafadz yang terkandung dalam dzikir yang hendaknya banyak dibaca, juga di hayati maknanya tersebut memberi kesan pada kita agar kita bersifat seperti sifat Allah SWT, yakni menghapus, memaafkan kesalahan sesama, dan memberi banyak kebaikan bahkan tanpa diminta. Jika dua hal ini bukan hanya dibaca tetapi menjadi sifat dan perbuatan, maka hati kita akan lebih bersih dan siap untuk dikunjungi sang tamu agung.(MS/Debar)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button