SYIAR DEBAR ‘Konsumtivisme Dalam Ibadah’ Oleh: Ustad Dr.Mukhrij Sidqy, MA

DEBAR.COM.-DEPOK- Konsumtivisme adalah perilaku berkonsumsi yang boros dan berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan dari pada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas. Pemahaman atau prilaku ini tentu sangat bertentangan dengan agama yang melarang sikap mubadzir, dan melenceng dari tujuan ibadah yaitu mendidik hawa nafsu (tarbiyah an-nafs, tazkiyyah an-nafs), karena konsumtivisme adalah salah satu prilaku memuaskan hawa nafsu itu sendiri (ittibâ’ al-hawâ).

Mungkinkah ibadah dijangkiti virus konsumtivisme? Sangat mungkin. Tolak ukurnya adalah skala prioritas yang dalam hukum agama mencakup tiga hukum yaitu wajib, sunnah, dan mubah (boleh). Ketiga hukum tersebut juga boleh jadi memiliki subjek bervariasi dalam satu situasi dan kondisi, saat itu subjek ibadah harus disesuaikan. Seperti haji kedua kali dengan berqurban, statusnya sama-sama sunnah. Bedanya, haji hanya dinikmati satu orang, sedangkan qurban senilai ongkos haji bisa dinikmati orang sekampung.

Sama halnya dengan qurban dimasa pandemi Covid-19, hukumnya tetap sunnah muakkadah (sangat dianjurkan). Tetapi kalau dalam satu wilayah, banyak orang faqir miskin akibat PHK yang membeli beras saja sulit, tidak mampu lagi membayar listrik, hampir diusir dari kontrakan rumahnya, maka menanggung beban mereka jelas tidak kalah utama dari menyembelih hewan. Karena, sekalipun mereka diberi jatah daging qurban mereka tidak mampu mengolahnya.

Lebih parahnya, ada sebagian kelompok yang berpesta ria dengan daging qurban, tak jarang sate daging qurban yang dibakar itu dibuang-buang karena kekenyangan, apakah ini tujuan dari ibadah qurban? Kita kira tidak. Karena Nabi Ibrahim as berqurban untuk menunjukkan ketaatannya kepada Allah, begitu juga Nabi Ismail as, bukan untuk berpesta ria, dan perbuatan yang demikian akan menyakiti hati kaum faqir dan miskin.

Kesimpulannya, jadikan ibadah kita tepat sasaran. Qurban misalnya, jika kita termasuk orang yang mampu, lebih baik tidak mengambil apalagi menimbun daging qurban. Kemudian prioritaskan pada daerah yang sulit mendapatkan daging qurban. Juga, jika ada kebutuhan yang lebih mendesak seperti kebutuhan pokok (sembako, pakaian, tempat tinggal) masyarakat terdampak bencana alam, maka harta untuk yang demikian lebih utama. (MUKHRIJ/Debar)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button