SYIAR DEBAR ‘Keturunan Bukan Penentu Kemuliaan Manusia’ Oleh: Ustad Dr.Mukhrij Sidqy, MA
DEBAR.COM.-DEPOK- Ketika Iblis laknatullah ‘alaihi di keluarkan dari surga karena tidak mentaati perintah Allah SWT, paling tidak ada dua alibi yang digunakan Iblis untuk membela diri. Pertama, merasa dikriminalisasi. ” Qâla Fa bimâ aghwaytanî laaq’udanna lahum shirâthakal mustaqîm” (Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus [QS. Al-A’raf : 16]). Kedua, merasa memiliki jenis atau gen yang lebih mulia “Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” [QS. Al-A’raf : 12]).
Alibi pertama Iblis adalah menuduh Allah SWT telah melakukan kriminalisasi terhadap iblis (Aghwaytanî : Engkau telah menyesatkan aku) padahal ia sendiri yang melakukan tindakan kriminal dengan melanggar perintah. Kedua, ketika ditanya kenapa iblis tidak melaksanakan perintah, iblis menjawab bahwa dia lebih mulia dari Adam as dari segi gen, keturunan, darah atau jenis. Dua sifat ini, playing fictim dan pengkastaan keturunan adalah warisan iblis yang banyak dilakukan manusia.
Banyak orang merasa memiliki kedekatan dengan Rasulullah SAW, secara umum itu wajar, tetapi menjadi tidak wajar ketika hal itu dijadikan legitimasi bahwa “aku” lebih dekat dengan Rasul dibandingkan yang lain. Contohnya saja kita merasa keturunan Rasulullah SAW, dari satu sisi memang ia memiliki kedekatan, yaitu keturunan. Tetapi banyak yang bukan keturunan (dzurriyat) tetapi memiliki jaminan kedekatan dengan Rasul SAW, siapa mereka? Diantaranya kâfilul yatîm (orang yang menanggung hidup anak yatim), jaminan langsung dari Rasul, orang itu akan bertetangga dengan Rasulullah SAW kelak di surga, padahal tidak memiliki hubungan keturunan.
Lain lagi firman Allah SAW “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” [QS. Al-Hujurat :13]. Ayat ini secara gamblang menyatakan, kemuliaan itu dengan kadar ketaqwaan manusia, bukan keturunan siapa.
Sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baiknya kalian adalah yang bermanfaat untuk manusia”. Maka siapapun yang bisa memberi manfaat untuk orang lain, baik dengan harta, ilmu, nasehat, tenaga, pikiran bahkan doa sekalipun itulah manusia terbaik. Sebaliknya, siapa yang kehadirannya hanya menimbulkan masalah untuk manusia lain, yang manusia tidak selamat dari gangguan lisan dan tangannya, atau lebih banyak memintanya daripada memberinya, selalu memanfaatkan umat tapi minim manfaat untuk umat, itulah manusia yang buruk dihadapan syariat. Maka, bertaqwalah kita dan bermanfaatlah, siapapun asal keturunan kita, itulah ukuran kemuliaan kita di dunia dan akhirat.(MUKHRIJ/Debar)