SYIAR DEBAR ‘Pejabat Belum Tentu Pemimpin’ Oleh: Ustad Dr.Mukhrij Sidqy, MA
DEBAR.COM.-DEPOK- Diantara dua istilah yang sering dianggap sama adalah ‘Pejabat’ dan ‘Pemimpin’, Padahal keduanya jelas berbeda. Rasulullah SAW menegaskan “Kullukum râ’in, wa kullukum masûlun ‘an ra’iyyatih” (Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya”. Hadis tersebut menegaskan bahwa setiap orang dari kita sejatinya sudah menjadi pemimpin, paling tidak memimpin diri sendiri, tetapi jelas sekali tidak semua orang dari kita ini pejabat bukan?
Dari hadis Rasulullah SAW di atas juga kita mengerti bahwa seorang pemimpin mestilah memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi (masûliyyah) atas kepemimpinannya. Tetapi sering kali kita menyaksikan banyak pejabat yang lari dari kasusnya, atau melempar tanggung jawab atas kekeliruan dari kebijakannya kepada orang lain, itu semua adalah sikap atau karakter yang sangat jauh dari kepemimpinan. Belum lagi jika kita merujuk pada transliterasi pemimpin dalam bahasa Arab yang disebut “Imâm” yang memiliki akar kata yang sama dengan “Amâm” (di depan), maka seorang pemimpin harus siap tampil di depan.
Dalam sistem pemilihan pejabat di negara kita sejujurnya semakin tidak fair apalagi kondusif. Mengapa demikian? Karena dalam teknis pemilihan, siapapun setara untuk di pilih. Maka orang yang tidak memiliki skill apapun dalam bidang yang akan digelutinya bisa saja terpilih, bahkan sering. Akibatnya urusan negara banyak diurusi oleh pejabat yang tidak kompeten. Sedangkan dalam syariat, kita diajarkan untuk mengambil Imâm (pemimpin) itu yang skill full (amanah) dan profesional (ihsân).
Salah satu karakter utama dalam kepemimpinan itu adalah (skill full) amanah, selain cerdas, mengerti situasi, dan jujur. Jika bukan dengan ukuran ini rakyat memilih pemimpinnya, maka ajaran siapa yang kelak digunakan rakyat dalam memilih pemimpinnya? padahal jelas-jelas rakyat kita mayoritas muslim. Kita memilih pemimpin bukan karena banyak hartanya, atau kedekatan hubungan kita dengannya, meskipun semua itu tidak dilarang, tetapi empat syarat mutlak di atas, khususnya amanah itu harus menjadi pertimbangan penting.
Seorang pemimpin berani ambil resiko dalam kepemimpinannya, bahkan berani susah untuk rakyatnya. Berbeda dengan pejabat yang jauh di atas sejahtera, sementara banyak rakyatnya yang menderita. Seorang pemimpin banyak memberinya (katsîrun mu’thûhu) sedikit mintanya (qalîlun sâiluhu), sementara pejabat banyak menuntutnya sedikit memberinya. Maka, pemimpin itu sedikit tetapi pejabat itu banyak, dan yang dibutuhkan Depok bukanlah pejabat, tetapi pemimpin.(MUKHRIJ/Debar)