Kepsek SMAN 6 Depok: Saya Pastikan Tuduhan Intoleransi Tidak Benar

DEBAR.COM.CINERE, DEPOK- Viralnya kontroversi pemilihan Ketua OSIS SMAN 6 Depok di media sosial terkait intoleransi dan pemakaian sentimen agama pada pemilihan Ketua OSIS yang akhirnya diulang kembali karena pemenangnya bukan beragama Islam.

Kepala Sekolah SMAN 6 Depok Abdul Fatah dengan tegas membantah, bahwa tuduhan tersebut tidak benar dan ada pihak tertentu yang memanfaatkan untuk sebuah kepentingan.

“Saya dapat pastikan, bahwa tuduhan itu tidak benar. Itu hanya isu yang biasa dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu lah yang merasa tidak nyaman. Saya pastikan tidak ke arah sana,” kata Kepala SMAN 6 Depok, Abdul Fatah saat dihubungi DepokPembahruan (Debar) Jumat (13/10/2020).

Dikatakan Abdul Fatah, pemilihan ulang Ketua OSIS ini jangan dikaitkan kemana-mana, apalagi saat ini Kota Depok tengah berlangsung jalannya tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok. Jadi jangan dikait-kaitkan atau diarahkan kepermasalahan yang lain, ini semata-mata hanya aplikasi yang digunakan pada sistem pemilihan belum sempurna pada saat melakukan daring pemilihan.

“Jadi jangan diarahkan ke sana, itu salah sekali. Kita juga kaget, kok bisa begitu mengarah ke sana. Tadi pagi juga tenang-tenang saja tidak ada masalah apa-apa,” jelasnya.

Senada dengan kepala sekolah, Kepala Seksi Acara Panitia Pemilihan Ketua OSIS SMAN 6 Depok Wati menepis sentimen keagamaan di balik pemilihan ulang, sebagaimana yang beredar di media sosial.

Wati memaparkan bahwa sistem pemilihan Ketua OSIS yang sudah berjalan selama ini dilakukan secara langsung. Karena tahun ini Pandemi Covid-19, pemilihan digelar secara daring penuh. Sekolah memanfaatkan aplikasi buatan siswa-siswi peserta ekstrakulikuler teknologi informasi untuk pemungutan suara.
Dikatakan Wati, ada berbagai kendala jelang hari pemilihan pada Selasa (10/11/2020) lalu, karena aplikasi itu belum diuji coba.

“Kami minta seminggu sebelumnya untuk divalidasi dan dicari kemungkinan kebocoran atau kelemahan dan sebagainya, tetapi anak-anak itu baru menyerahkan aplikasi ke operator sekolah itu H-1,” paparnya.

“Akhirnya terpaksa aplikasi itu kita pakai pada hari pemilihan jam 13.00. Sudah lewat jam 13.00, username dan password-nya belum dibagi. Karena anak-anak panitia OSIS ini panik, mereka langsung share username dan password secara terbuka. Jadi, semua orang tahu username dan password orang lain, termasuk bapak dan ibu guru,” jelasnya.

Saat dipakai, banyak pengguna yang tidak bisa masuk ke aplikasi. Wati berujar, ada sekitar 250 pemilih yang hak pilihnya tak terakomodasi gara-gara kesalahan sistem ini.

Beberapa upaya dilakukan dengan mengubah username dan password. Beberapa berhasil, lainnya tidak termasuk seorang guru mengaku tidak bisa masuk aplikasi padahal sudah 3 kali ganti gawai.

“Tetapi, ketika saya tanya ke admin, server itu dipegang anak-anak jadi tidak ada kontrol dari kami, data guru tersebut sudah login dan sudah memilih,” ujarnya.

“Nah di situlah kami melihat ada kelemahan di sistem ini. Jadi, akhirnya kami putuskan lapor kepala sekolah, lalu rapat istimewa bersama wakil kepala sekolah,” lanjut Wati.

Hasil rapat, mempertimbangkan asas keadilan, kejujuran, dan kerahasiaan, maka diputuskan bahwa pemilihan harus diulang secara offline dan terbatas di sekolah dengan sistem kuota.

“Sehingga kita bisa kontrol jumlah suara yang masuk dan data pemilih. Jadi kita itu tidak ada sama sekali unsur SARA. Kami hanya ingin memperbaiki sistem, hanya ingin dapat yang valid,” pungkasnya. (AR/Debar)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button