SYIAR DEBAR: Urgensi Al-Haya Bagi Pejabat

Oleh : Ustad Mukhrij Sidqy, MA

(Majlis Taklim Fusda Al-Amjad Kota Depok)

DEBAR.COM.-DEPOK- Satu kisah yang sangat masyhur, ketika seorang khalifah agung, Umar bin Abdul ‘Aziz berada di ruang kerjanya untuk memeriksa beberapa catatan dengan hanya berbekal lampu minyak, saat itu anaknya mengetuk ruang kerjanya. Spontan Umar bin Abdul Aziz bertanya apa keperluannya. “Ada pesan dari ibu”, jawab anaknya. Segera Umar mematikan lampu minyak tersebut. Anaknya pun heran dan bertanya mengapa ayahnya mematikan lampu. “Minyak lampu itu milik negara (rakyat), dan urusan kita ini pribadi”.

Kisah di atas seperti kisah negeri dogeng, kisah yang nyaris mustahil terjadi. Ya, pejabat yang zuhud adalah manusia langka. Rasanya mustahil kita temukan seorang pejabat yang pandai memisahkan hingga sedetil-detilnya, mana harta milik negara, mana milik keluarga. Padahal, yang demikian adalah kriteria dasar seorang pemangku jabatan. Justru, seorang pejabat yang mewakili rakyat harus bersikap itsar (mendahulukan kepentingan rakyat secara umum atas diri, keluarga dan golongannya).

Apalagi belakangan ini banyak sekali berita pejabat yang korup. Bahkan, di satu daerah di Jawa Timur, lembaga legislatif tingkat daerah lumpuh akibat anggotanya  korupsi berjamaah. Bayangkan saja, kata ‘jamaah’ yang biasanya di konotasikan dengan ibadah kini dikonotasikan dengan korupsi. Kabar seperti ini tentu merupakan musibah yang tak kalah besar dari gempa bumi Lombok.

Lalu apa kiranya masalah yang paling urgent dari para pejabat?. Ya, budaya malu (Al-haya). Rasulullah SAW bersabda “jika tidak punya rasa malu maka berbuatlah sesukamu”. Saat ini rasa malu semakin kritis, sehingga dengan percaya diri berorasi, berpidato dan berkampanye di hadapan rakyat, atas nama rakyat dan untuk rakyat, tetapi faktanya hanya untuk menambah pundi-pundi kekayaan pribadi. Tak heran, dalam kurun satu periode, seorang pejabat meningkat kekayaannya berlipat, yang tak korelatif dengan total gajinya.

Maka, hendaknya kriteria al-haya (rasa malu) menjadi pertimbangan bagi rakyat untuk memilih calon pengemban amanahnya. Dan hendaknya, para pejabat bertaqwa kepada Allah SWT dengan menghidupkan rasa malu. Malu jika keluarga berlimpah harta sementara rakyat kelaparan, malu korupsi, malu menyalah gunakan jabatan. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan pada kita pemimpin yang memiliki rasa malu.(MS/Debar)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button