SYIAR DEBAR Oleh: Ustad Dr.Mukhrij Sidqy, MA ‘Indikasi Haji Mabrur dan Hate Speech

DEBAR.COM.-DEPOK- Haji relatif menjadi rukun yang paling sulit bagi sebagian besar umat Islam. Mengapa? Karena berbeda dengan rukun lainnya, sholat hanya membutuhkan kemauan untuk melaksanakan tanpa banyak modal, zakat hanya butuh sebagian kecil harta, tanpa tenaga, dan puasa hanya butuh niat yang kuat. Sementara haji membutuhkan seluruh sumber daya kita, niat yang kuat, kekuatan, waktu, dan tentunya harta. Karena sulit untuk melaksanakannya, maka pahala yang sebanding tak lain adalah surga, tetapi dengan syarat, hajinya harus mabrûr.

Haji mabrûr secara sederhana dimaknai haji yang berlimpah kebaikan. Kebaikan yang yang muncul setelah habisnya keburukan biasanya disebut “al-birru”, namun apabila kebaikan itu melekat pada pemiliknya, maka itulah yang disebut dengan mabrûr, dari kata inilah kemudian muncul istilah haji mabrûr, yaitu mereka yang setelah melaksanakan haji akan menjadi agen-agen dan pelopor kebaikan, paling tidak bagi individu yang melaksanakan haji tersebut.

Indonesia selain menjadi negara dengan jumlah muslim terbesar, juga menjadi negara penyumbang jamaah haji terbesar di dunia. Tak kurang dari dua ratus ribu jamaah setiap tahunnya, tentu jumlah ini belum diakumulasi dengan jamaah umroh yang mencapai sepuluh kali lipatnya (sekitar dua juta jamaah pertahun). Jika merujuk pada istilah haji mabrûr, sesungguhnya dua ratus ribu jamaah yang kembali dan jutaan jamaah umroh lainnya merupakan agen dan pelopor kebaikan bagi bangsa tercinta ini.

Diantara kebaikan yang sangat urgen bagi bangsa ini paling tidak sudah disebutkan secara konkrit di dalam al-Quran dan sunnah yang berkaitan langsung dengan haji, yaitu tidak berkata-kata serta berbuat keji dan fasik. Di sisi lain, dengan perkembangan tekhnologi komunikasi dan media sosial, memberi kemudahan bagi siapapun untuk berkomentar. Sayangnya, sebagian dari komentar-komentar tersebut kurang produktif, provokatif, hingga mengarah pada komentar negatif (fitnah, bullying, dan ujaran kebencian). Idealnya, dengan bertambahnya alumni umroh dan haji, semestinya berkurang pula segala komentar keji dan fasik tersebut, atau paling tidak yang menulis komentar buruk tersebut bukanlah dari alumni haji dan umroh.

Memasuki tahun Haji 2019, kita berharap kepulangan para jamaah menjadi harapan akan terbentuknya etika sosial (akhlak sosial), karena itulah salah satu dari sekian banyak tolak ukur mabrûr. Jika ternyata yang senantiasa berkata buruk itu adalah pak Haji atau ibu Hajah, tentu patut kita pertanyakan, mengapa haji mereka tidak mabrûr. Apatah lagi, ternyata yang sering berkomentar buruk adalah orang yang sudah beberapa kali Haji, atau pembimbing umroh. Maka tak heran, jamaah yang dibawa pun tak pulang dengan membawa nilai mabrûr. (MS/Debar)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button