SYIAR DEBAR ‘Tips Menyikapi Ikhtilaf’ Oleh: Ustad Dr.Mukhrij Sidqy, MA
DEBAR.COM.-DEPOK- Ikhtilaf (perselisihan) adalah sebuah keniscayaan yang akan dihadapi oleh manusia khususnya umat Islam di akhir zaman, ia takkan bisa dicegah apalagi dihilangkan. Rasulullah SAW sudah menyebutnya dengan gamblang “…Fainnahû man ya’isy minkum, fasayarâ ikhtilâfan katsîran…” (maka siapa yang akan hidup diantara kalian nanti, niscaya akan mendapati banyak perselisihan..HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi). Namun demikian, Rasulullah SAW telah meninggalkan bagi kita wasiatnya untuk mengantisipasi ikhtilaf yang akan terjadi.
Pertama, Memperkuat ketakwaan kepada Allah SWT (‘Alaikum bi taqwallah). Takwa memiliki makna yang amat sangat luas, maka di zaman yang kompleks ini makna takwa harus dibumikan (living taqwa) agar menjadi solusi bagi problematika saat ini dan zaman yang akan datang. Diantara nilai takwa yang paling esensial dan urgent adalah menjaga hubungan baik dengan manusia, maka Rasulullah SAW menggandengan takwa, mengganti perbuatan buruk dengan kebaikan serta bergaul dengan manusia dengan akhlak yang baik (khâliqin nâs bi khuluqin hasanin).
Kedua, Mendengar dan mentaati kebijakan pemerintah (As-Sam’u wa Ath-Thâ’ah). Selama pemerintah tidak memerintahkan rakyatnya pada hal yang mendurhakai Allah SWT, maka kebijakannya harus dipatuhi demi kondusifitas bangsa dan negara. Meskipun yang memerintah adalah hamba sahaya (‘abdun). Hal ini karena ikhtilaf antar rakyat atau umat itu sendiri, atau antar rakyat dan pemerintah jangan sampai berujung pada revolusi. Akibat dari revolusi atau perang akan menghasilkan keadaan yang jauh lebih buruk bagi bangsa dan tidak mampu ditanggung oleh rakyat dan umat.
Ketiga, berpegang kuat pada sunnah Rasulullah SAW dan sunnah para khulafa ar-rasyidin al-mahdiyyin (Abu Bakar, Umar, Utsman & ‘Ali). Sunnah itu adalah jalan yang telah dilalui sebelumnya oleh para pendahulu. Disini perlu diketahui, bahwa tak jarang antar para sahabat mulia tersebut terjadi ikhtilaf, dan ada pula inisiatif sahabat yang tidak terjadi di masa Rasulullah SAW, seperti salat tarawih berjamaah dan kodifikasi Al-Qur’an, bisyaroh untuk pelayan umat dan guru ngaji. Namun itu semua dilakukan demi kemashlahatan yang lebih besar.
Masa dimana ikhtilaf semakin kompleks seperti saat ini, hendaknya disikapi dengan mempertimbangkan kemashlahatan yang lebih besar dan bahaya yang paling kecil (akhaffu ad-dararain). Berbeda pendapat sangat mungkin, tetapi semaksimal mungkin untuk menjaga perdamaian, keamanaan dan kondusifitas bangsa dan negara, dan janganlah membuat ikhtilaf yang konyol hanya untuk tenar, seperti pergaulan antar agama yang tidak diperlukan, yaitu saling mengikuti hari raya keagamaan, yang demikian ikhtilaf yang sangat tidak perlu. (MS/Debar)