Lakon Semar Gugat, Sambo Pun Gugat
Oleh : Advokat Muhamad Zarkasih,SH.MH
Ketua BPW Peradin DKI Jakarta
DEBAR.COM.-DEPOK- Teater Koma dalam sebuah pementasannya pernah membawakan cerita berjudul ‘Semar Gugat’ yang mengkisahkan seputar perlawanan Semar terhadap Arjuna dan Srikandi karena mereka dianggap telah mempermalukan Semar, dengan memotong rambut Semar. Rambut adalah salah satu elemen kekuatan Semar. Lakon itu menarik dan banyak dihadiri penonton. Lalu adakah berita yang mirip dengan kisah ‘Semar Gugat’ itu di hari-hari ini? Ya ada, Sambo yang jadi tokohnya.
Berita yang cukup mengejutkan dalam pekan ini seputar kasus Sambo, bukanlah soal Kuat Maruf yang ditelanjangi kebohongannya oleh majelis hakim atau Richard Eliezer yang makin berani membuka fakta-fakta baru, tetapi adalah adanya upaya hukum dari FS untuk menggugat Putusan Presiden Republik Indonesia No 71/POLRI/2022 Tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Perwira Tinggi Polri Pada tanggal 26 September 2022 lalu.
Ini mungkin sekilas mirip dengan kisah ‘Semar Gugat’. Jika Semar menggugat karena rasa malu akibat kesaktiannya dipotong, maka Sambo menggugat karena malu atau marah karena ‘Kesaktiannya’ di kepolisian juga dipotong. Sekilas memang seperti ada kesamaan dari kisah Semar dan Sambo itu, tetapi jika ditelaah lebih jauh maka akan ditemukan perbedaan yang sangat menyolok. Setidaknya ada hal yang paling esensial, yaitu alasan di balik gugatan kedua tokoh itu. Jika Semar menggugat karena melawan kekuasaan yang sewenang-wenang, ada pembelaan terhadap rakyat yang melawan kekuasaan yang lalim, maka pada Sambo lebih bernuansa personal, tidak melibatkan atau tidak memiliki kepentingan terhadap orang banyak.
Apa yang dilakukan oleh Sambo secara hukum dengan menggugat Presiden dan Kapolri adalah sesuatu yang sah. Tak ada yang salah. Tetapi kalau kita bicara hukum dalam kaitannya dengan norma dan etika maka kita akan temukan beberapa point dimana terlihat jelas betapa kebablasannya Sambo. Ia telah melampaui kepatutan seorang Bhayangkara dalam konteks kepatuhan terhadap atasan.
Perlawanan yang dilakukannya terhadap Keputusan Presiden Republik Indonesia No 71/POLRI/2022 adalah sebuah sikap pembangkangan luar biasa terhadap pola atau sistem yang telah berjalan di dalam instansi Polri selama bertahun-tahun. Perlawanan Sambo cenderung bisa menjadi preseden buruk atas sistem di kepolisian. Bayangkan bagaimana marwah dan wibawa Polri akan bisa terjaga jika semua anggota Polri yang telah diputus bersalah di sidang kode etik lantas melakukan gugatan? Ini bukan soal demokrasi, bukan soal hak asasi, bukanlah berada di wilayah itu konteksnya. Ada sistem komando yang harus ditegakkan dan dipatuhi oleh segenap anggota, baik itu Polri maupun TNI.
Sambo mungkin merasa harus melawan karena keyakinannya bahwa ia tak bersalah, karena keputusan sidang pidana belum final. Kalau ini yang ia pikirkan, tentu saja amat menggelikan: bagaimana mungkin seorang Kadiv Propam bisa ‘merendahkan’ nilai-nilai yang selama ini ia pegang teguh, yaitu kode etik? Sebagai seorang mantan Kadiv Propam seharusnya ia lebih paham soal kode etik dibandingkan ribuan anggota Polri lainnya. Itu selucu pelatih renang yang tenggelam di kolam renang karena tak mampu berenang!
Sebagai seorang senior di kepolisian, dengan jabatan tinggi dan pangkat bintang dua, selayaknya Sambo memberikan contoh yang baik kepada ratusan ribu anggota Polri, sepahit apa pun contoh itu harus ia alami. Protesnya terhadap tidak dipecatnya Bharada E oleh sidang kode etik Polri adalah hal yang sungguh sangat tidak dewasa. Ada tanggung jawab moral Sambo sebagai senior di Polri yang ia abaikan. Terlihat sebuah sikap yang terlalu arogan untuk membuktikan bahwa ia tak bersalah.
Namun, syukurlah akhirnya Sambo menarik kembali gugatannya di PTUN atas Putusan Presiden Republik Indonesia No 71/POLRI/2022 itu. Rupanya ia menyadari kekeliruannya. Tetapi bagaimana pun, ia menarik kembali atau tidak gugatan itu, tetaplah tergambar dari bagaimana sosok Sambo secara sejati. Ia tak seperti Semar. Ia hanyalah seorang FS yang kadang hanya mampu melakukan sesuatu atas dasar alasan personal saja. Itulah bedanya Semar dan Sambo, meski sama-sama gugat. (MZ/Debar)