Pondok Pesantren ‘Salafus Sholihin Limo’ Bertahan Penggusuran Tol Cijago
DEBAR.COM.-LIMO, DEPOK- Pondok Pesantren Salafus Shalihin Limo menolak rencana proses pembangunan Jalan tol Cijago Seksi 3B di Jl. Swadaya Kelurahan Limo, Kecamatan Limo, Depok sampai lahan pengganti dibayarkan olek PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) Proyek Tol Cijago 3B Aksi demo penolakan tersebut dipicu adanya informasi agar menjaga keselamatan KH. Tuan Guru Husnul Ma’ad Khalili sebagai Nadzir wakaf sekaligus pengasuh Ponpes Salafus Sholihin. Terlebih, kondisi bangunan berdiri di tengah layaknya sudah seperti pulau yang dikelilingi jurang proyek Jalan tol.
“Kita tetap bertahan di Pesantren ini sampai matipun tidak akan pindah. Sampai lahan pengganti dibayarkan dan bangunan fisik Pondok Pesantren disiapkan. Sebab, dari awal Ponpes ini berdiri sejak tahun 1998 berdasarkan tanah wakaf. Sampai saat ini sudah melahirkan banyak Ulama, Asatidz, tokoh masyarakat, pimpinan pesantren, pejabat dan lainnya. Karena sifatnya surat tanah wakaf maka tidak bisa dijualbelikan, dihibahkan, diwariskan tapi harus tetap dijalankan sesuai peruntukannya ya Pesantren. dan Kemalahatan ummat. Selama dua setengah tahun lebih tinggal disini tidak nyaman, karena getaran alat berat dan takut longsor,” katanya seusai aksi orasi di Pondok Pesantren Salafus Sholihin, Limo, Kamis (19/01/2023).
Hal senada diutarakan KH. Marjaya, SE yang juga pengurus Pondok Pesantren Salafus Sholihin. Pihaknya tetap taat dan mendukung pada rencana proyek Pemerintah dan PSN (Proyek Strategis Nasional) terkait pembangunan jalan tol. Hanya saja, meminta agar Pejabat yang berwenang untuk segera melakukan pembayaran untuk lahan pengganti. Kalau sudah dilakukan pembayaran dan lahan pengganti, lanjutnya, pada hari itu juga akan pindah.
“Kita berharap agar Pejabat yang berwenang mulai dari Pemetintah Pusat yaitu Presiden Joko Widodo, Kemenko Marvest, Kementerian Agama, Kementrian PUPR, Kementrian ATR, sampai kepada Pelaksana di lapangan dan Pemkot Depok sampai tingkat Kelurahan, Kecamatan, agar lebih perhatian dengan kasus ini. Bukan malah diintimidasi, ditakut-takuti, padahal kita juga akan pindah asalkan ada lahan penggantinya yang sudah ditunjuk Nadzir dibayarkan. Untuk ahli waris muwaqif jangan bermain-main dengan tanah wakaf dengan berasumsi dan beranggapan adanya ‘uang ganti rugi’. Selain itu agar Ahli waris Muwaqif segera mencabut gugatan pembatalan akte ikrar wakaf di PN Jakarta Selatan. Perlu diingat, anak santri dan anak yatim membutuhkan tempat layak untuk belajar dan tinggal,” ujarnya.
Kronologi Tanah Wakaf Ponpes Digugat Keluarga Waris
Menurut Mantan Kepala Desa Limo H. Marjaya mengungkapkan berdasarkan kwitansi tahun 1994 terjadi jual beli tanah . Atas nama H Doody dengan Ispoerdanto pada (7 /7/1994) seluas ± 500 M ². Selanjutnya, H Doody dengan Soeharto pada (10/8/1994) seluas ± 500 M ² dan pada 5/10/1994 seluas ± 1.000 M ². Ia menambahkan, H. Doody mewakafkan tanah tersebut kepada KH. Tuan Guru Husnul Ma’ad Khalili yang berencana mendirikan Ponpes. Maka, pada 24 Januari 1998 H. Doody sebagai jamaah pengajian dari KH. Tuan Guru Husnul membuat Akta Ikrar Wakaf ke KUA setempat. Dengan No K-30/BA.30/58/1998 wakif Ir.H.Doody K.Herdoyanto Nadzir KH.Husnu maad Saksi-Saksi Yusup wirta dan HM.Zaini,BA. Adapun Pejabat Akta Ikrar Wakaf Drs.Ngadiyono, dengan luas yang tertera di ikrar Wakaf seluas ± 2099 M².
“Selanjutnya dilakukan perbaikan akta ikrar wakaf terkait nama yang tertera, luas lahan dan penggabungan tiga surat sertifikat menjadi satu atau luas tanah 2000 M,” paparnya.
Hal senada diungkapkan di saksi atau Pejabat Akta Ikrar Wakaf Drs.H.Ngadiyono. Dirinya membenarkan telah adanya Akta Ikrar Wakaf No K-30/BA.30/58/1998. Ia mengatakan, berdasarkan kesepakatan KH Husnu Ma`ad, H.Doody, Ispoerdanto dan Soeharto serta jamaah pengajian bahwa pewakif sebenarnya yaitu H.Doody. Yakni pembeli tanah Ispoerdanto dan pak Soeharto berdasarkan Kwitansi pembelian.
“Jadi, sampai saat ini tanah tersebut sesuai dengan peruntukannya sebagai tanah wakaf untuk pendirian Ponpes. Apalagi, sudah melahirkan banyak lulusan,” terangnya.
Sementara itu, pihak dari ahli Waris dari H. Doody yang juga sebagai Anggota Nadzhir mendengar adanya lahan terkena gusuran tol melakunan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk pembatalan Akta Ikrar Wakaf tanah tersebut. Padahal, selama lebih dari 30 tahun Ponpes berdiri tidak pernah datang mengurus, dan mengelola PonPes Salafus Shalihin tersebut, baru setelah ada informasi tanah wakaf tersebut bernilai sekitar Rp 15 Milyar, mereka menggugat ke pengadilan.
Karena masih proses pengadilan, pihak tol tidak bisa melakukan penggusuran lahan. (AR/Debar)