SYIAR DEBAR ‘Kurikulum Berbasis Akhlak Rasulullah SAW’ Oleh: Ustad Dr.Mukhrij Sidqy, MA

DEBAR.COM.-DEPOK-  Allah SAW secara tegas dan jelas berfirman bahwa manusia yang satu ini adalah tauladan mutlak bagi seluruh manusia dalam setiap inci kehidupannya “Laqad kâna lakum fî Rasûlillahi uswatun hasanah…” (sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah itu tauladan yang baik…). Dalam ayat lain, ia dilabeli oleh Sang Maha Agung sebagai manusia yang berada di atas puncak akhlak mulia “wa innaka la’alâ khuluqin ‘adzhîm” (Dan sungguh engkau benar-benar berada di atas akhlak yang agung). Lihatlah betapa ia bukan hanya berakhlak mulia, tetapi di atas (melebihi) akhlak mulia.

Dua ayat di atas memanglah dua mata dalam sebuah koin. Bahwa manusia, jika menginginkan kemuliaan, kesuksesan dan kebesaran di dunia khususnya akhirat mestilah memiliki akhlak (attitude) yang agung. Tetapi, manusia tidak begitu saja berakhlak melainkan dengan contoh, maka diberikanlah contoh itu pada diri seorang manusia, Rasulullah saw. Sebuah syair mengatakan “Innamâl umamu akhlâqu mâ baqiyat, fa in humû dzahabat akhlâquhum dzahabû” (Sesungguhnya suatu umat itu akan langgeng dengan akhlaknya, apabila mereka kehilangan akhlak, maka eksistensi merekapun akan hilang).

Tidak ada seorang manusiapun, yang kehidupannya betul-betul terabadikan sejak bangunnya hingga tidurnya, di luar juga di rumahnya. Jika pun ada (dan tidak akan ada) maka kita akan mendapati yang bersangkutan memiliki aib yang banyak. Mungkin ia penuh wibawa di depan koleganya, tetapi tidak di keluarganya. Tetapi tidak dengan manusia ini, ia memiliki rasa yang sama, di depan istri-istrinya, sahabatnya, tamu-tamunya, yang kaya, yang miskin, pejabat, rakyat, rasa itu adalah rasa akhlak mulia yang tak pernah habis, rasa itu tetap sama, baik pagi, siang maupun malam, dimanapun dan kapanpun, sehingga Ummul mukminin ‘Aisyah ra menyatakan “kullu amrihi ‘ajîb” (setiap hal tentangnya begitu mengagumkan).

Telah kita dapati bahwa diantara negara paling kondusif di dunia ini adalah negara yang menjadikan kejujuran sebagai lifestyle masyarakatnya, seperti contoh Finlandia. Dan kejujuran ini tidak terbentuk begitu saja, melainkan ditelurkan dari rahim edukasi (pendidikan). Boleh jadi mereka tidak mengenal Rasul, tetapi mereka sadar, bahwa kejujuran adalah kebutuhan masyarakat dan negara (human’s need). Tetapi berapa banyak umat Rasulullah saw yang tahu bahwa Rasulnya mengajarkan kejujuran, tetapi justru kurikulum dan sistem pendidikan itulah yang tidak jujur.

Setelah sekian kali kurikulum itu dirubah, dan tidak berefek signifikan pada pendidikan formal, mestinya kita berpikir, bahwa orientasi kurikulum kita itu keliru. Sederhanakan saja, kurikulum berbasis akhlak Rasulullah saw, juklak dan juknisnya ada dalam riwayat, prototipenya pun ada. Persilahkan kembangkan ilmu pengetahuan modern, tetapi orientasinya adalah akhlak Rasulullah saw. Lulus dan tidaknya peserta didik adalah dengan standar akhlak kenabian bukan sekedar numerik-nominalis. Ini sangat penting, karena merekalah yang nanti duduk di berbagai bidang. Jika baik peserta didiknya, selamatlah bangsa kita. (MUKHRIJ/Debar)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button