SYIAR DEBAR ‘Relevansi Qurban dan Kemerdekaan’ Oleh: Ustad Dr.Mukhrij Sidqy, MA
DEBAR.COM.-DEPOK- Baru saja berlalu hari raya ‘Idul Adha atau ‘Idul Qurban dimana orang yang memiliki kelebihan harta menyalurkan hewan qurbannya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan dalam rangka berbagi kepada sesama. Bukan hanya yang berlebih saja, banyak pula yang penghasilannya pas-pasan tetapi bersungguh-sungguh untuk berqurban dengan menyisihkan uangnya. Sikap yang pertama adalah bentuk kedermawanan (al-jûd), dan yang kedua adalah bentuk al-îtsâr (mendahulukan orang lain walaupun masih butuh). Kedua sikap ini tentunya sangat mulia, namun sifat kedua lebih utama.
Al-îtsâr, yaitu sikap mendahulukan kepentingan selain kepentingan dirinya, baik kepentingan agama, atau sesama adalah faktor utama kemerdekaan bangsa Indonesia. Betapa tidak? Di era revolusi siapa yang mau menggaji mujahid yang berkorban nyawa untuk melawan penjajah? Jangankan mendapat tunjangan dan mobil dinas, dikenal saja tidak. Maka Allah SWT menyebut mereka inilah orang yang betuntung. “…dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr :9)
Jika kita pahami dengan seksama, pengorbanan Nabi Ibrahim as bukan main-main, bukan dengan kelebihan hartanya, tetapi dengan harta yang paling dicintainya, itulah anaknya, Nabi Ismail as. Pengorbanan seperti inilah yang dibutuhkan bangsa kita, yaitu orang-orang yang berpikir apa yang bisa saya beri untuk bangsa ini, bukan apa yang bisa saya ambil dari bangsa ini. Orang yang berpikir apa yang bisa saya korbankan untuk bangsa ini, bukan justru mengorbankan bangsa untuk kepentingan pribadi.
Kita adalah para penikmat jasa, ya kita semua. Dari rakyat hingga pejabat sama saja, sama-sama menikmati jasa para pejuang. Kita tidak pernah berjuang, berkeringat dan berdarah melawan penjajah, kita hanya menikmati. Bahkan disebut pegawai negeri yang mengabdi untuk negeri pun karena memang ada bayarannya, tentunya yang demikian masih jauh dari makna pengabdian dan pengorbanan yang sebenarnya. Maka janganlah sudah mendapat kenikmatan dan makan jasa para pendahulu, kita justru berlaku dzalim kepada bangsa.
Indonesia akan hebat jika rakyat dan pejabatnya memiliki jiwa-jiwa Ibrahim, jiwa yang merdeka, merdeka dari menyembah selain Allah, baik dalam bentuk manusia, patung, uang dan jabatan, meskipun banyak orang yang demikian. Indonesia akan hebat jika rakyat dan pejabatnya memiliki jiwa Ismail, yang rela berkorban untuk perintah Tuhan, bukan justru mengorbankan perintah Tuhan untuk kepentingan duniawi. Maka, bersiaplah untuk berkorban, jika kita ingin merdeka dan mempertahankan kemerdekaan.(MUKHRIJ/Debar)