Artikel: ‘POLRI PRESISI: Kasus Investasi Bodong vs Khilafatul Muslimin Oleh : Drs S Stanley Sumampoue, SH, MBA.’
DEBAR.COM.-CINERE, DEPOK- Pada Subuh, Selasa 7 Juni 2022, polisi melakukan penangkapan Pemimpin Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Hasan Baraja. Penangkapan yang dipimpin langsung oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Penangkapan dilakukan di kediamannya di wilayah Telukbetung, Bandar Lampung, Lampung. Penangkapan dilakukan sekitar pukul 05.00 WIB.
Sebelumnya kita tidak pernah mendengar nama organisasi ini. Sayapun rasanya belum pernah dengar nama organisasi ini. Lalu iseng-iseng saya buka wikipedia, dan ternyata ada.
Berikut keterangan dari Wikipedia:
“Khilafatul Muslimin (KM) adalah sebuah organisasi keagamaan Indonesia yang mengusung ideologi khilafah. Organisasi tersebut didirikan oleh Abdul Qadir Baraja pada 1997 dan berpusat di Lampung. Abdul Qadir Hasan Baraja lahir 10 Agustus 1944.
Sebagai pendiri, Abdul Qadir adalah sahabat dari Abu Bakar Baasyir yang pernah ditahan pada tahun 1979 karena keterlibatannya dalam Kelompok Warman dan tahun 1985 karena terkait pengeboman Borobudur. BNPT menyebut bahwa pendiri organisasi ini pernah bergabung dengan NII yang ingin mendirikan negara agama dan mempunyai visi yang sama dengan HTI. Mereka ini sering bertaqiyah (berbohong) untuk merekrut anggotanya. Beberapa lembaga menyebut bahwa organisasi tersebut merupakan pendukung ISIS di Indonesia pada tahun 2014. Khilafatul Muslimin memiliki struktur paling tertinggi yakni Khalifah Pusat. Sementara itu, struktur di bawah Khalifah Pusat berturut-turut yakni Daulah, Ummul Qura hingga terendah Kemasulan”.
Pada 2022, organisasi tersebut disorot karena mengaku berada di balik konvoi motor dukungan terhadap khilafah di Jakarta, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Priangan, Sumedang, Cirebon, Brebes, Tegal, Klaten, Solo, Surabaya, dan lain sebagainya yang diklaim sudah dilakukan sejak 2018. Direktur Jaringan Moderat Indonesia Islah Bahrawi menyatakan bahwa mereka “ingin gusur Pancasila dengan ideologi Khilafah”. Sementara itu menurut Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ahmad Nurwakhid menyatakan bahwa organisasi tersebut “bertentangan dengan falsafah bangsa dan berpotensi melahirkan gerakan terorisme”.
Pagi tadi, penangkapan Abdul Qadir Hasan Baraja di Lampung, dipimpin langsung oleh Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hengki Haryadi. Kombes Hengki adalah pamen cemerlang tamatan Akpol 1996, bukan orang baru di Polda Metro dan sangat mengenal Jakarta dan seluk beluk dunia kriminalnya. Terhitung dua kali menjadi kapolres di Jakarta sebelum menduduki jabatannya yang sekarang. Dalam suatu pernyataannya sesudah penangkapan Abdul Qadir Hasan Baraja, Hengki Haryadi mengatakan bahwa Khilafatul Muslimin memiliki 23 cabang di Indonesia.
Kebobolankah Polisi?
Tentunya jika hal tersebut ditanyakan kepada polisi, mereka akan mengatakan tidak. Tetapi jika kita melihat kenyataan saat ini, bahwa Khilafatul Muslimin (KM) berdiri sejak 1997 dan sudah berkembang di 23 kota di Indonesia, sulit mengatakan bahwa polisi tidak kebobolan sehingga terjadi pembiaran. KM yang berpaham khilafah terus berkembang meskipun HTI yang juga berpaham khilafah telah dibubarkan oleh pemerintah terlebih dahulu. Melalui Keputusan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementrian Hukum dan HAM, pemerintah mengumumkan; bahwa organisasi HTI pada 19 Juli 2017 dibubarkan dengan keluarnya SK Menkumham Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017.
Sulit diterima akal sehat jika KM yang berdiri sejak tahun 1997 tidak diketahui keberadaannya oleh badan intelejen negara dan Polri. Apalagi KM telah berkembang sedemikian rupa dengan memiliki masjid besar dan berbagai pesantren dibanyak kota serta pengajian. Dari mana mereka mendapat dana untuk membiayai berbagai kegiatannya? Siapa sponsor utama mereka?
Apakah polisi kebobolan atau sengaja membiarkan? Jika memang terjadi pembiaran oleh negara, apa maksud dan tujuan pembiaran tersebut?
Baik KM maupun HTI mengusung paham Khilafah. Apa itu khilafah dan seberapa berbahayanya paham tersebut?
“Khilafah adalah sebuah gerakan keagamaan yang dipahami sebagai konsep tentang kenegaraan yang berdasarkan syariat Islam dan pemimpinnya disebut Khalifah. Konsep tersebut mengandaikan seluruh dunia Islam disatukan ke dalam satu sistem kekhalifahan atau pemerintahan yang tunggal.” Sehingga jelas bagi banyak negara terutama Indonesia bertentangan dengan nilai-nilai dasar negara kita, Pancasila. Khilafatul Muslimin mengaku tidak menentang Pancasila. Namun, katanya, Khilafatul Muslimin mengkafirkan sistem yang tak sesuai dengan pandangannya.
Perbandingan Dengan Kasus Investasi Bodong
Belum lama polisi menggulung berbagai perusahaan Investasi Bodong. Salah satu perusahaan yang digulung bernama Binomo milik “crazy rich” Indra Kenz. Kita tentunya mengikuti bagaimana polisi dengan peralatan canggihnya memonitor aplikasi Binomo, melacak sistem mereka dan melakukan penggrebegan. Juga polisi melacak berbagai asset Binomo, rekening dan sampai ke uang yang ditransfer kemana dan diterima oleh siapa saja. Berbagai asset disita, uang dilacak ketangan penerima dan disita, bahkan uang dan asset yang disembunyikan bisa ketahuan dan disita. Luar biasa.
Lebih luar biasa lagi kemampuan polisi membongkar penipuan kerah putih ini mengingat pelaku kejahatan seperti ini dilakukan oleh pelaku yang menguasai dan memiliki kemampuan TI.
Melihat kemampuan Polri dalam membongkar kasus Investasi Bodong, rasanya menjadi mustahil keberadaan KM dan kegiatannya selama ini tidak diketahui dan lepas dari pengawasan oleh aparat Kepolisian maupun intelejen negara lainnya.
Kita sangat berbangga dengan kemampuan polisi kita. Tetapi dalam kasus Khilafatul Muslimin kita bertanya-tanya akan kemampuan intelejen polisi, dan ada apa sebenarnya dibalik penangkapan ini. Kenapa baru sekarang?
Jangan lupa, selain Baintelkam Polri, kita juga memiliki Densus 88 dan BNPT. Jadi pertanyaannya kemana semuanya sejak 1997.
Sebagai kritik dan saran terhadap lembaga Kepolisian yang sama kita cintai ini, saya berharap sebaiknya Polri tidak terseret dalam “permainan” politik.
Cinere-Depok, 08 Juni 2022, 11.48
Penulis adalah Pengamat Kepolisian, Ketum Maspolin, Pemred Maspolin.id dan pengusaha