Syiar Debar ‘Membentuk Generasi Ulul Albab’ Oleh: Dr. KH. Mukhrij Sidqy, MA
DEBAR.COM.-DEPOK- Kita berada pada hari Jumat pertama tahun 2023 Masehi (Syamsiah). Dan tidak ada perbedaan antara Qomariyah dan Syamsiah, Hijriyah dan Masehi, proses keduanya sudah seharusnya menjadi momentum atau sarana untuk mengingatkan manusia akan kekuasaan Allah SWT dan menambah keimanannya. Allah SWT berfirman;
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”. (QS. Yunus : 5)
Maka sikap orang beriman terhadap pergantian tahun yang merupakan salah satu fenomena alam sebagaimana pergantian bulan, hari bahkan siang dan malam adalah tidak apatis (menganggap itu tidak memiliki arti sama sekali dalam kehidupan manusia), tidak juga mabuk dalam euforia massal dengan melakukan hal yang sia-sia apalagi yang diharamkan. Rasulullah SAW bersabda “Diantara tanda berkualitasnya Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya”.
Kemampuan seseorang untuk mengkorelasikan fenomena semesta dengan kekuasaan Allah SWT atau menjadikan peristiwa yang terjadi sebagai sarana untuk mengingat Allah SWT inilah yang disebut dengan Ulul Albab. Manusia Ulul Albab adalah manusia yang memiliki intelektualitas, ilmiah atau pemahaman terhadap sesuatu, namun itu semua mampu untuk mengantarkannya kepada Allah SWT. Maka, gempa bumi contohnya, bukan hanya diilmiahkan tetapi juga di teologiskan. Sebaliknya, bukan hanya di mistifikasi tetapi juga diteliti secara ilmiah. Inilah cara berfikir yang proporsional, yang kalau disingkat berarti akal sehat.
Ada beberapa kondisi yang mungkin menghalangi seseorang untuk mencapai Ulul Albab. Pertama, kesombongan intelektual. Dia menganggap semuanya harus diilmiahkan. Padahal Allah SWT sudah mengingatkan “Dan tidaklah kalian diberi ilmu kecuali hanya sedikit”. (QS. Al Isra : 85)
Kedua, fanatisme baik kepada personal tokoh atau golongan. Fanatisme membuat kita mengukur kebenaran dari apa atau siapa yang kita fanatikkan, atau yang bersebrangan dengan tokoh kita mesti salah sehingga melihat sesuatu tidak okjektif dan tidak adil. Padahal Allah SWT sudah mengingatkan “Janganlah kebencian mu terhadap suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil, adillah, yang demikian lebih dekat kepada ketaqwaan”. (QS. Al Maidah : 8)
Ketiga, malas berfikir. Di era tekhnologi seperti saat ini pengetahuan ada dalam genggaman. Diantara efek negatifnya, manusia tidak lagi memaksimalkan inderanya untuk mengakses kebijaksanaan, atau inti kejadian atau hikmah dari sekitarnya. Karena apa yang perlu ia ketahui cukup diakses dari genggaman. Seperti orang yang ditanya saat presentasi dan tidak bisa menjawab kecuali harus melihat gadget, dia tidak mampu berdialog. Maka Allah SWT berfirman “Allah SWT memberikan ilmu hikmah kepada siapa saja yang dikehendaki, dan siapa yang diberikan ilmu hikmah sungguh ia telah diberi sesuatu yang sangat banyak, dan tidaklah dapat mengambil pelajaran tersebut kecuali Ulul albab” (QS. Al Baqarah : 269) (MUKHRIJ/Debar)