DEBAR.COM.-DEPOK- Ied ada yang mengartikannya dengan ‘Kembali’, ada pula yang memaknainya dengan ‘Hari Raya’. Yang memaknainya dengan kembali kemudian memaknai fitri dengan ‘Bersih dan Suci’ maka jadilah maknanya kembali suci. Sedangkan yang memaknainya dengan ‘Hari Raya’ kemudian mengartikan fitri dengan ‘Makan’, jadilah maknanya Hari Raya Makan. Apapun maknanya keduanya sama-sama baik, bedanya yang pertama spiritualis, yang kedua materialis.
Idul Fitri biasa disebut Lebaran yang katanya berasal dari bahasa jawa kuno yang bermakna limpahan. Tetapi jika disikapi, antara Idul Fitri dengan Lebaran jauh berbeda. Idul Fitri adalah ceremony kegembiraan orang yang berpuasa dan berjuang dalam ibadah di bulan Ramadan, sedangkan Lebaran adalah uforia umat setelah bulan puasa, terlepas yang bersangkutan puasa atau tidak, tarawih atau tidak, tadarrus atau tidak, semua bisa ikut lebaran.
Idul Fitri adalah ibadah sekaligus perayaan, bukan hanya untuk pribadi tetapi kental dimensi sosial. Betapa tidak, kita yang lapar tetapi dianjurkan untuk memberi orang lain makanan, bahkan diwajibkan mengeluarkan makanan pokok sebagai zakat. Lalu memaafkan juga meminta maaf, bersilaturahmi dan saling berbagi kebahagiaan. Masyarakat bahagia, pedagang pun ikut senang.
Lebaran mungkin jadi momen pameran baju, perhiasan juga kendaraan baru. Hanya saja jangan sampai kita dapati tetangga kita berada dalam kekurangan, lalu kita sakiti dia dengan pameran tanpa sedikitpun berbagi kebahagiaan. Jika mampu berbagi maka itulah mukmin sejati, jika tidak maka doakan dan jangan pamerkan hal yang menjadi ketidak mampuan dia dan keluarganya.
Idul Fitri sejati, adalah semakin menyadari bahwa kita hamba-Nya, yang Maha Kekal Abadi, tak pernah hilang, tak pernah berganti, walaupun Ramadan akan pergi. Dengan kesadaran itulah langgeng ibadah kita, menjalani hidup dengan apa yang diinginkan-Nya, bukan hanya sekedar melakukan formalitas kehambaan untuk-Nya, apalagi menjadi hamba musiman-Nya. Kita hamba Allah, bukan hamba Ramadan.(MUKHRIJ/Debar)