SYIAR DEBAR ‘Memaknai Idul Fitri Tahun Ini’ Oleh: Ustad Dr.Mukhrij Sidqy, MA

DEBAR.COM.-DEPOK- Idul Fitri (‘Ied al-fithri) secara syariat bisa bermakna dua, yaitu hari raya makan, dan kembali kepada fitrah, makna kedua inilah yang dianggap ideal dan populer di masyarakat. Padahal secara budaya makna pertama lebih relevan, karena pada hari idul fitri, siapapun akan turut serta menikmati hidangan, terlepas dari apakah dia ikut berpuasa atau tidak, tarawih, tadarrus Al-Quran atau tidak. Adapun makna kedua hanyalah milik mereka yang menjalani Ramadhan dengan “îmânan wa ihtisâban”.

Lain lagi lebaran, konon istilah ini berasal dari para Sunan (wali songo). Ada Lebaran yaitu sudah dan selesai menggembleng diri dan mengendalikan diri melalui puasa. Lebaran bermakna meluluhkan segala kesalahan dengan saling memaafkan dan membangun silaturahmi baru yang lebih baik dengan sesama ciptaan. Lebaran berarti meluapkan rezeki dengan membagikan zakat bagi warga masyarakat yang kekurangan, dan laburan dimaknai sebagai membangun lembaran baru yang lebih bersih dan lebih ‘putih’.

Melihat dari makna idealnya, baik ‘Ied Al-Fithri maupun lebaran, sama-sama tidak terkait dengan euforia, pesta-pesta, ramai-ramai, baju baru, dan nyala kembang api. Tetapi bagaimana kita memulai kembali hubungan kita yang baik, dekat, juga romantis kepada Allah SWT, dan meng-indah-kan hubungan kita kepada sesama manusia, inilah poinnya. Maka, berapa banyak dari kita yang merayakan hari raya makan tapi tidak mendapatkan kembalinya diri kepada fitrah? Berapa banyak pula dari kita yang gembira ber-lebaran tetapi tidak mampu menggebleng diri saat Ramadhan?

Nyaris seumur hidup kita mungkin selalu menjalani puasa dalam keramaian pernak-pernik Ramadhan dari masjid, pasar hingga stasiun, bandara dan pelabuhan, baru tahun ini kita menjalani Ramadhan dalam suasana yang relatif sunyi. Mungkin Allah SWT hendak memperlihatkan, apakah selama ini Ramadhan kita murni dan bersih karena-NYA, atau sejatinya hanya karena pernak-pernik dunia? Jika Ramadhan kita karena Allah, tentu tak ada beda, dengan baju baru atau tidak, pesta buka bersama atau tidak, ramai-ramai di masjid atau tidak, karena Allah SWT tidak membutuhkan itu, tetapi yang diminta adalah kebersamaan jiwa kita dengan-NYA.

Tahun ini mungkin pertama kalinya kita berlebaran tanpa sholat ‘Idul Fitri, mudik pun dibatasi, namun itu mesti dilakukan demi mencapai mashlahat yang lebih besar, yaitu memutus rantai pandemi Covid-19. Mestinya ini tidak sama sekali mengurangi subtansi Idul Fitri kita, sebab doa dan lantunan takbir tak pernah terbatas waktu dan jarak, Idul Fitri adalah semakin romantisnya hubungan kita dengan Allah SWT, Dialah yang tak pernah luput, dalam kesunyian Dia semakin nyata.(MUKHRIJ/Debar)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button